SETIAP Rabu, Harian Semarang memuat rubrik Konsultasi Hukum yang diasuh oleh Margono, SH, Direktur Kantor Advokat/Pengacara dan Mediator “Margono”, Direktur LBH Maritim Semarang, Ketua Lembaga Advokasi Gafeksi/Infa Jateng dan dosen hukum di Stimart AMNI Semarang.
Pertanyaan bisa dikirim ke Redaksi Harsem Jl KH Wahid Hasyim No 125-127 Kranggan Semarang, fax 024-3516531, atau
e-mail: harian.semarang@yahoo.com
Pertanyaan:
Saya
seorang wanita berumur 24 tahun. Saat ini tengah gundah karena suami
berselingkuh dengan seorang wanita muda. Bahkan daia sudah menikah
dengan selingkuhannya tersebut. Yang membuat hati saya lebih sakit,
suami ingin mengajukan permohonan cerai ke Pengadilan Agama. Yang ingin
saya tanyakan apa saja hak dan kewajiban (mantan) istri yang dicerai
suaminya?
Demikian pertanyaan saya, terima kasih.
Anisatul ‘Inayah
Tlogosari
Tlogosari
Jawab:
Pertama-tama
kami ucapkan terima kasih atas pertanyaan yang Saudari ajukan. Kami
turut prihatin atas permasalahan yang sedang Anda hadapi dan berdoa
semoga masalah ini segera berlalu. Hak-hak wanita (mantan isteri) yang
dicerai suaminya yakni :
- Hadhanah (hak mengasuh) anak yang belum mumayyiz (belum bisa makan dan minum sendiri);
- Menerima nafkah anak yang diberikan olehsuami;
- Harta gono-gini;
- Nafkah daluarsa (nafkah isteri yang belum diberikan oleh suami) karena terjadi perceraian harus segera dibayar karena hal tersebut adalah utang;
- Mahar (maskawin) yang belum diberikan (diutang oleh mantan suami);
- Mu’tah (uang perceraian yang diberikan mantan suami kepada mantan isteri) kecuali nusyuz (isteri meninggalkan rumah);
- Nafkah iddah (biaya hidup semasa menjalani masa tunggu). Ini meliputi juga maskan dan kiswah (tempat tinggal dan pakaian);
- Menyetujui ataupun menolak rujuk dari mantan suami;
- Segala hak yang ada dalam perjanjian pranikah yang tidak bertentangan dengan hukum Islam apabila hal tersebut ada.
- Merawat dan mengasuh anak yang hak asuh jatuh kepadanya;
- Tasarruf (membelanjakan nafkah anak dari suami untuk kebutuhan anak);
- Menjalankan iddah (masa tunggu). Jika cerai mati masa iddah-nya 130 hari, jika tengah hamil sampai melahirkan. Cerai bukan mati masa iddahnya tiga kali haid atau sekurangnya 90 hari. Namun apabila cerai qobla al dukhul (belum pernah digauli) tidak ada masa iddah;
- Menjalankan masa berkabung selama masa iddah bagi yang ditinggal mati suaminya;
- Memberikan iwadl (ganti/imbalan) bagi yang mengajukan perceraian dengan cara khulu’ (perceraian dengan permintaan isteri dan disetujui suami).
- Segala kewajiban yang ada dalam perjanjian pranikah yang tidak bertentangan dengan hukum Islam apabila hal tersebut ada.
yang tengah dihadapi.
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar, saran dan kritik anda di bawah ini!
Terima kasih atas kunjungannya, semoga silaturrahim ini membawa berkah dan manfaat untuk kita semua, dan semoga harsem makin maju dan sukses selalu. amin.